Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Antonius J. Supit menyampaikan revitalisasi pendidikan vokasi yang akan dilakukan harus didasari dengan satu pemahaman tentang vokasi, yaitu memiliki sistem ganda. Apabila membicarakan soal vokasi, kata Anton, satu hal yang harus dipahami bersama adalah sistem ganda yang mana siswa/siswi belajar di dua tempat, yakni sekolah dan dunia usaha dunia industri (DUDI). “Kita harus sepakat dulu kalau bicara vokasi adalah pengertiannya dual system, atau sistem ganda. Bukan hanya berada di industri, tetapi kurikulum dan kompetensi disusun bersama oleh dua entitas ini, baik sekolah dan DUDI,” papar Anton, Minggu (15/5/2022).
Sebelumya, Presiden RI Joko Widodo pada 27 April 2022 telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) No. 68/2022 tentang Revitalisasi Vokasi dan Pendidikan Vokasi yang disambut baik banyak pihak. Sebagai ketua, Menteri Koordinator Pembangunan Kebudayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy akan memimpin upaya pembenahan Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi secara menyeluruh, berkesinambungan, terintegrasi, dan terkoordinasi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akses, mutu, dan relevansi penyelenggaraan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Februari 2022 hanya 10,38 persen tamatan SMK yang terserap dari total angkatan kerja. Bila membadingkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) tamatan SMA, angkanya jauh lebih sedikit dari tamatan SMK, yaitu 8,35 persen. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud ristek) menunjukkan bahwa jumlah tamatan SMA pada 2020/2021 sebanyak 1.586.259 orang dan SMK sebanyak 1.632.272 pelajar. Meski terdapat perbedaan jumlah, tetapi masih lebih banyak jumlah tamatan SMA yang terserap daripada SMK, padahal tamatan SMK lebih memiliki keterampilan spesifik daripada SMA.
Menyoal vokasi, lanjut Anton, ada kriteria yang harus dipenuhi oleh sekolah dan industri agar pembenahan ini dapat berjalan semestinya. Anton berpendapat bahwa DUDI pun harus memiliki kurikulum atau modul untuk pembelajaran selama di industri. Selain itu, karena pemagang yang ikut memberikan kontribusi nyata maka harus diberi uang saku. Setelah pelajar menyelesaikan masa magangnya, mereka harus mendapatkan sertifikasi kompetensi bahwa yang bersangkutan sudah memiliki kompetensi yang dimiliki. “Kenapa sekarang SMK kita belum seperti itu? Karena tidak memenuhi kriteria tadi.
Kenyataannya tidak semua 14.000 SMK tidak bisa, hanya beberapa yang berjalan benar-benar baik. SMK Djarum di Kudus itu sangat sukses. Tetapi yang lain bagaimana?,” ungkap Anton. Belum semua sekolah dan industri dapat memenuhi sistem vokasi yang disampaikan Anton sehingga kemampuan para lulusan pun tidak maksimal. Setidaknya, lanjut Anton, SMK memiliki persyaratan minimal mengirimkan siswanya ke DUDI yang telah memiliki pengajar dan kurikulum. Artinya, siswa jelas mendapatkan arahan dan kompetensi sesuai dengan yang diminati. “Bukan berarti tidak bisa, tetapi ini pemikiran dasar yang harus sepakati dulu, kalau itu tidak disepakati, akan jadi seperti sekarang. Kita berterima kasih pemerintah telah membuat tim revitalisasi. Tim tersebut harus satu suara dan butuh kerja sama dari sisi industri dan kementerian,” ujar Anton.
Sumber asli: https://ekonomi.bisnis.com/read/20220515/12/1533403/urgensi-revitalisasi-vokasi-apindo-butuh-satu-pemahaman-bersama