JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan merevitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi dengan koordinasi penyelenggaraan oleh Tim Koordinasi Nasional Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Revitalisasi vokasi ini melibatkan dunia usaha, industri, dan dunia kerja agar terjadi sinergi secara efektif dan terintegrasi dalam menyiapkan sumber daya manusia Indonesia sesuai kebutuhan dunia kerja.
Komitmen untuk merevitalisasi pendidikan vokasi di jenjang menengah dan tinggi serta pelatihan vokasi berupa pelatihan kerja dan kursus keterampilan ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi pada April lalu.
Strategi nasional pendidikan dan pelatihan vokasi disiapkan paling lama tiga bulan setelah perpres ditetapkan atau pada Juli 2022. Strategi nasional itu dirumuskan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Selain itu, beberapa pihak terkait lainnya turut membahas strategi tersebut, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Praktisi pendidikan vokasi dan pendiri Gerakan SMK Mbangun Desa, Marlock, di Jakarta, Rabu (25/5/2022), mengutarakan, Presiden Joko Widodo telah mengamanatkan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Komitmen ini harus memberikan dampak signifikan untuk membuat pendidikan dan pelatihan vokasi bermakna dan relevan, tidak lagi sekadar seremoni.
Sebelumnya, pada tahun 2016, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia diterbitkan. Pelaksanaan instruksi presiden tersebut melibatkan 12 kementerian.
”Setelah lebih dari lima tahun, mungkin tidak ada perkembangan signifikan untuk SMK dan vokasi yang dirasakan tetap berjalan di tempat. Kita berharap, dengan diambil alih Kementerian PMK, Kemenko Perekonomian, Kemenko Kemaritiman dan Investasi, serta melibatkan Kadin, implementasinya bisa berjalan lebih baik,” kata Marlock.
Marlock menyarankan agar implementasi inpres dan perpres tentang vokasi, khususnya di SMK, harus ada wujud nyata agar satu program studi SMK memiliki satu unit usaha atau industri di lingkungan atau desanya. Ada sekitar 1 4.464 SMK dengan siswa sekitar lima juta orang. Jika di tiap prodi SMK punya unit usaha/industri, bisa menyerap alumni dan mengembangkan desa.
”Betapa kuatnya SMK dalam pemutaran ekonomi dan pengikisan pengangguran. Lulusan SMK sebenarnya mampu mandiri. Salah satunya, Gerakan SMK Mbangun Desa sebagai jawaban relevan dan tepat dalam mengimplementasikan Inpres dan Perpres Revitalisasi Pendidikan Vokasi untuk menghasilkan SDM berkualitas yang dibutuhkan dunia kerja dan wirausaha,” kata Marlock.
Pemerintah masih dominan
Sementara itu, Direktur Yayasan Nusantara Sejati Eka Simanjuntak mengatakan, salah satu masalah yang menjadi penghambat peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan vokasi selama ini adalah peran pemerintah (kementerian atau lembaga) terlalu dominan.
Isi perpres ini juga amat berorientasi pada pemerintah. Keterlibatan pemerintah masih sangat dominan. Pemerintah terlibat dalam seluruh proses, mulai dari membuat kebijakan, menyusun kompetensi, menyediakan dana, menyelenggarakan, sampai akreditasi.
”Di banyak negara yang pendidikan dan pelatihan vokasinya sudah maju, keterlibatan pemerintah dibatasi. Dalam konsep penjaminan mutu, seharusnya fungsi-fungsi itu dibagi sehingga mekanisme checks and balances dapat terjadi,” ujarnya.
Menurut Eka, perlu ada peraturan tentang pengelolaan balai latihan kerja (BLK) oleh kementerian/lembaga, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebaiknya dikelola sebagai badan usaha milik daerah (BUMD). Hal itu bertujuan untuk mengurangi beban APBN/APBD sehingga pengelolaannya lebih profesional dan berorientasi pada pasar. Peran pemerintah pusat dan daerah lebih kepada menyediakan subsidi biaya pelatihan bagi yang berbakat dan tidak mampu.
Eka menambahkan, revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan. Sebab, selama ini kompetensi lulusan dari lembaga pendidikan dan pelatihan vokasi masih dianggap tidak sesuai kebutuhan industri. Karena itu, tujuannya seharusnya tak lagi membekali, tetapi memastikan SDM atau tenaga kerja lulusan lembaga pendidikan dan pelatihan vokasi sesuai kebutuhan dunia kerja dan untuk menjadi wirausaha.
Membangun kemitraan
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Wikan Sakarinto memaparkan, keselarasan pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dibangun dengan kemitraan. Itu bertujuan agar proses pembelajaran relevan dengan kebutuhan dunia kerja di masa kini maupun masa depan. Pada era yang kian dinamis saat ini pendidikan vokasi memiliki posisi strategis dalam mencetak tenaga kerja terampil yang sesuai dengan standar industri.
”Terwujudnya keselarasan melalui penguatan kemitraan akan menghasilkan SDM vokasi yang mampu meningkatkan daya saing industri. Artinya, vokasi hari ini sangat berkaitan bahkan berkontribusi pada perekonomian negara,” kata Wikan.
Maka dari itu, kemitraan yang dibangun harus diupayakan melalui pola kerja sama saling menguntungkan. Sebagai penerima manfaat atau pengguna lulusan SDM vokasi, DUDI harus terlibat dan berperan aktif mulai dari proses penyusunan kurikulum yang sesuai kebutuhan pasar hingga teknis penyerapan lulusan vokasi.
Satuan pendidikan vokasi menghadapi tantangan dalam mengejar ketertinggalan, baik dari sisi teknologi maupun inovasi, karena DUDI bergerak lebih cepat dibandingkan dunia pendidikan. ”Walaupun tidak mungkin pendidikan dapat mengejar ketertinggalan, setidaknya mengurangi jarak ketertinggalan itu, bahkan targetnya adalah bergerak bersama menyamakan perkembangan industri,” tambah Wikan.
Peningkatan kualitas SMK salah satunya dengan penerapan Kurikulum Merdeka. Tercatat 5.554 SMK atau sekitar 70 persen dari total jumlah SMK di Indonesia tahun ini menerapkan kurikulum baru. Ditambah lagi, hadirnya SMK Pusat Keunggulan akan melatih SMK lainnya untuk berkembang.
Pendidikan vokasi diminta mengimplementasi paket 8+i link and match. Pendidikan vokasi menjalankan penyelarasan kurikulum dengan DUDI, pembelajaran berbasis proyek riil dari industri, peningkatan kompetensi bagi instruktur/guru/dosen, tenaga kependidikan dan peserta didik melalui magang dan pelatihan, serta praktik kerja lapangan.
Selain itu, kurikulum diselaraskan melalui sertifikasi kompetensi sesuai standar dan kebutuhan dari industri, penyediaan instruktur/guru/dosen tamu dari industri di satuan pendidikan vokasi, fasilitasi riset terapan untuk dukungan teaching factory, dan komitmen industri merekrut lulusan pendidikan vokasi, serta ditambah fasilitasi pemberian beasiswa.
Artikel asli: https://www.kompas.id/baca/dikbud/2022/05/25/strategi-nasional-revitalisasi-pendidikan-dan-pelatihan-vokasi-disiapkan