Jl. Bukit Darmo Raya No 1, Graha Famili Surabaya
+62 (31) 7349231
kadinjatim.sekretariat@gmail.com

Kesalahan-kesalahan Mengajar pada Pelatihan Vokasi

oleh: Soen HS, Pelatih Vokasi KADIN Indonesia

Pelatihan Vokasi adalah pelatihan kerja di dunia kerja yang sebenarnya, atau dikenal dengan PKL, Prakerin maupun Pemagangan. Pelatihan vokasi menjadi bagian penting pengembangan SDM di perusahaan untuk sekarang maupun masa depan. Oleh sebab itu pemerintah bersama KADIN Indonesia terus menerus mendorong perusahaan melalui para pelaku Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, untuk terus melakukan perbaikan agar pelatihan vokasi berjalan dengan baik dan benar, sehingga tujuan menerapkan Pendidikan dan Pelatihan Vokasi yang berkualitas bisa dicapai.

Banyak yang beranggapan bahwa sukses pengajaran ditentukan berbagai faktor, diantaranya dari Orangnya (Pelatih dan Peserta), Metode, Peralatan dan lain lain. Ini memang benar, tetapi hal ini kadang malah menjadi kambing hitam bila terjadi kegagalan siswa dalam belajar. Kali ini marilah kita melihat dari sudut pandang untuk memotivasi para Pelatih Vokasi, bahwa pelatih harus dapat mengajar anak didiknya sampai benar-benar mampu bertindak. Iitulah tanggung jawab seorang pelatih. Bbahkan di slogan pelatihan yang pernah saya ikuti dikatakan ‘‘Bila anak didik tidak bisa melakukan apa yang diajarkan, berarti pelatih telah gagal dalam mengajar‘‘ kalimat ini memberi makna bahwa pelatih tidak boleh menyerah dan harus terus mencari ide pengajaran yang lebih baik.

Ada pribahasa yang memotivasi pelatih yaitu “Bila kita dapat emas kemudian menjadi emas itu hal yang biasa, tetapi bila kita bisa membuat batu-bata menjadi emas itulah yang luar biasa. Artinya sukses dalam pelatihan karena pesertanya punya kemampuan diatas rata rata adalah hal yang biasa, tetapi bila pelatih sukses mengajar peserta yang tingkat kemampuanya rendah, inilah pelatih yang luar biasa, karena didalam kesuksesan tersebut pasti ada ide inovatif yang ditemukan dan perlu dipelajari serta dikembangkan oleh pelatih lain.

KESALAHAN DALAM MENGAJAR VOKASI

Sebelum kritisi kesalahan yang lain, akan lebih bijak bila melihat kesalahan kita sebagai pelatih. Dengan cara ini kita bisa mendapatkan peluang perbaikan untuk diri kita sendiri, dan bila itu dilakukan pasti akan meningkatkan kompetensi kita sebagai pelatih.

Pada pembahasan kali ini saya menganggap pelatih sudah kompeten dibidang pekerjaanya dan juga kompeten sebagai pelatih. Namun demikian kesalahan mengajar di tempat kerja masih tetap saja bisa terjadi. Kesalahan tersebut dapat dilihat dari hasil pelatihan berupa feedback melalui pertanyaan, praktek langsung, melihat bahasa tubuhnya, atau waktu On the Job Training.

Untuk mempermudah pemahaman kesalahan dalam pelatihan vokasi saya buat contoh pelatih mengajarkan pramusaji di kedai kopi dengan produk berupa kopi tubruk, dengan ketentuan sbb;

  • Varian tempat: 1. Gelas Kecil, 2. Gelas Sedang dan 3. Gelas Besar
  • Varian rasa: 1. Rasa A, 2. Rasa B dan 3. Rasa C
  • Sedang prosesnya: 1. Ambil gelas, 2. Ambil Kopi, 3. Ambil gula, 4. Ambil air panas (di dispenser), 5. Aduk kopi, 6. Penyajian

Kesalahan pelatih dapat terjadi dan mengakibatkan:

  1. Peserta bingung

Bingung kita deskripsikan kesulitan memutuskan dari beberapa opsi jawaban atau tindakan yang harus diambil. Indikator bingung bisa kita dapat dari menjawab pertanyaan tentang suatu kasus, atau memutuskan sesuatu dan putusanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari pelatih. Contoh kasus :

Pelanggan minta kopi rasa A, dengan gelas sedang. Waktu pramusaji mau ambil gelas ternyata gelas ukuran sedang habis. Di kasus ini pramusaji bingung apa yang harus dilakukan. Memberi info bahwa gelas habis? Menawarkan ukuran lain? Menggunakan gelas besar? Atau menunggu gelas sedang yang baru diambil? Karena resiko masing masing informasi ke pelanggan bisa berbeda, penyaji tidak mudah memutuskan sendiri. Keputusan tersebut bisa benar buat pelanggan tapi bermasalah buat perusahaan atau sebaliknya, bahkan bisa bermasalah untuk dua-duanya. Ini terjadi karena ;

  • Pelatih menggunakan istilah teknis yang belum dipahami peserta

Pelatih biasanya familiar dengan istilah-istilah teknis karena keseharianya menggunakan istilah itu, contoh kepuasan pelanggan, jangan delay, jangan over, jangan membuat defect, burry, pokayoke, dandori dan masih banyak istilah lain yang ada di tiap perusahaan, tetapi peserta belum tentu paham secara mendalam makna dari istilah tersebut, dan bagaimana menterjemahkan dalam pekerjaannya. Rata-rata peserta takut bertanya karena persepsi mereka kalau bertanya takut dianggap kurang wawasan, atau merasa sudah memahami sehingga tidak ada yang harus ditanyakan.

Untuk mengatasi hal tersebut, pelatih sebaiknya menjelaskan secara rinci istilah-istilah teknis yang digunakan. Bila perlu diberikan contoh yang nyata untuk menghindari kebingungan. K asus diatas penyaji bingung menterjemahkan kepuasan pelanggan dan korelasinya dengan pekerjaan mereka. Untuk itu pelatih harus memberi informasi kepada penyaji bila siapa yang dihubungi jika ada masalah. Bila yang dihubungi tidak ada harus bagaimana. Kapan dapat membuat keputusan sendiri, dan bila harus memutuskan sendiri dengan pertimbangan apa. Pertimbangan tersebut harus dipahami oleh peserta.

Sebagai contoh di atas opsinya adalah menanyakan ke pelanggan yang prinsipnya agar pelanggan tetap membeli kopi, dengan menjelaskan gelas ukuran sedang masih diambil, mau tunggu 5 menit lagi, atau mengganti order ukuran gelas kecil atau besar. Bukan meminta maaf dan menjelaskan gelas ukuran sedang sudah habis.

  • Pelatih melompati bagian-bagian penting

Ini bisa terjadi karena pelatih lupa menjelaskan bagian penting dalam pekerjaan yang bisa menjadi penghubung, key point untuk mempermudah pekerjaan atau mencegah terjadinya kesalahan. Contoh untuk kasus kopi diatas, pelatih menjelaskan ambil air panas di despenser dengan menggunakan kran dan memberi contoh, tapi ada bagian penting yang dilompati. Kapan air panas tersebut bisa diambil? Apakah waktu lampu mati atau menyala? sehingga tidak membuat bingung bila ada klaim air kurang panas dari pelanggan.

Untuk menghindari lupa, pelatih harus mempersiapkan diri dengan baik. Tidak ada salahnya mencatat bagian penting yang perlu dijelaskan di lembar Rencana Pengajaran Kerja, jangan melompati bagian penting dengan alasan apapun.

  • Pelatih tidak menjelaskan

Di kasus ini pelatih sengaja tidak menjelaskan. Iini terjadi karena peserta sudah cukup lama dan dianggap peserta sudah cukup mengerti semuanya. Asumsi tersebut dapat beresiko berat bila prosedur kerja yang tidak dijelaskan termasuk katagori pekerjaan beresiko tinggi.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pelatih harus konsisten mengajarkan apa yang harus diajarkan terlepas apakah peserta sudah mengerti atau belum. Hal tersebut tidak menggugurkan kewajiban pelatih untuk tetap menjelaskan, serta memperbaiki pola pikir bahwa yang saya mengerti belum tentu orang lain mengerti.

 

  1. Peserta sulit memahami

Indikator sulit memahami kelihatan dari menjawab pertanyaan atau praktek langsung. Peserta sudah beberapa kali dijelaskan dan diajarkan, tetapi hasilnya tidak sesuai yang diharapkan, ada kesalahan dan lambat dalam praktik. Pelatih merasa sudah menjelaskan dengan baik bahkan sangat detail, tetapi kenyataanya masih ada peserta yang belum paham tentang apa yang dijelaskan oleh pelatihnya. Mungkin tidak semua peserta, tetapi ini memberi bukti bahwa penjelasan pelatih tersebut belum bisa diterima oleh semua peserta dengan baik. Hal ini bisa terjadi karena:

  • Pelatih menggunakan cara yang kurang efektif

Pengertian efektif adalah tercapainya tujuan pembelajaran. Cara-cara yang tidak efektif diantaranya pelatih tidak mendeskripsikan secara spesifik tujuan pembelajaran. Bila tujuan pembelajaran menggunakan taksonomi bloom, maka untuk pendidikan tingkat SMK paling tidak ada di 3 level dari tujuan pelatihan. Perlu dipahami pelatih bahwa level taksonomi bloom tersebut merupakan hirarki. Artinya kalau sudah level 2, dipastikan sudah melewati level 1, dan kalau sudah level 3 dipastikan sudah melewati level 1 dan 2.

Level 1. Mengetahui : Deskripsi tujuan pembelajaran peserta sampai di level tahu, cara pembelajaranya bisa dicari apa yang paling sesuai agar peserta cepat tahu. Sedangkan evaluasi bisa berupa pertanyaan atau diminta untuk menjelaskan.

Level 2. Memahami : Tujuan ini lebih tinggi dari mengetahui. Memahami lebih luas ke arah dampak serta pengaruh pekerjaan tersebut ke proses selanjutnya serta dampak keseluruh aspek kualitas bila terjadi kesalahan. Evaluasinya bisa dengan pertanyaan atau diminta menjelaskan.

Level 3. Bisa Melaksanakan : Level ini peserta sudah melewati level 1 dan 2. Targetnya selain bisa melaksanakan atau mampu bertindak dengan memenuhi standard yang ada, juga harus mengikuti prosedur yang digunakan. Bisa melaksanakan artinya peserta sudah memenuhi persyaratan knowledge, skill dan attitude.

Untuk mengatasi hal tersebut, pelatih sebaiknya mendeskripsikan target atau tujuan pelatihan di RPP (Rencana Persiapan Pembelajaran) sebagai persiapan pelatihan. Apakah sampai level tahu, paham atau bisa melakukan. Namun dalam pelaksanan pelatih juga harus memahami kemampuan anak didiknya dengan baik. Untuk yang kurang mampu perlu dicarikan cara yang tepat agar pembelajaran menjadi efektif.

 

  1. Persepsi yang diterima peserta berbeda

Indikator ini bisa kita lihat dan rasakan waktu peserta menjawab pertanyaan atau dalam mengerjakan pekerjaan. Ada terasa perbedaan persepsinya walaupun ada benarnya, tetapi ada  sesuatu yang berdampak pada kinerja peserta. Sebagai contoh kasus membuat kopi. Pelatih menjelaskan agar menggunakan sendok untuk mengambil kopi, dan peserta menangkap pemahaman bahwa sendok fungsinya untuk mengambil kopi. Padahal fungsi utamanya untuk mengambil dan sebagai alat ukur. Penyebabnya diantaranya;

  • Pelatih tidak memberi peserta informasi secara lengkap, sehingga apa yang diterima tidak utuh.
  • Pelatih sudah mengenal baik peserta dan mengetahui secara pasti peserta sudah mengerjakan proses seperti itu, dan menganggap peserta sudah memahami masalah-masalah tertentu dengan memadai.

Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya pelatih kembali ke ayat utama konsep pelatih yaitu ‘‘Anggap peserta belum paham‘‘, dan menjelaskan secara lengkap apa yang perlu diajarkan.

Bila ingin konfirmasi jangan menggunakan kalimat pertanyaan ‘‘Sudah paham? Sudah bisa? Ada kesulitan? Ada yang ingin ditanyakan? Ddan lain-lain. Pertanyaan ini kadang hasilnya tidak sesuai ekspektasi pelatih, karena mereka diam bukan berarti sudah paham. Akan lebih baik langsung diminta menjelaskan atau mempraktekan apa yang ingin di konfirmasi.

Contoh di atas dapat disesuaikan dengan pekerjaan yang akan diajarkan, serta dikembangkan di tempat pelatihan masing masing. Seyogyanya pelatih banyak belajar dari tiap kesalahan agar hasil pelatihan dapat lebih efektif dan efisien. Tetap semangat membangun negeri melalui Pelatihan Vokasi.

Leave a Reply