Pendanaan adalah salah satu unsur penting dalam melaksanakan program Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi (PVPV). Dan dalam meningkatkan pembiayaan bagi pendidikan dan pelatihan vokasi, perlu dilakukan upaya komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana dari semua pihak terutama yang memiliki kewenangan/tanggungjawab baik dari perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Selain itu perlu terus dilakukan upaya peningkatkan partisipasi dari semua pihak termasuk sektor swasta berupa peningkatan jumlah pembiayaan dari pihak/ dunia usaha dunia industri dunia kerja (DUDIKA) untuk PVPV, dan begitu pula bagi para pihak lainnya yang bisa mendukung program PVPV melalui pendanaan.
Harus diakui bahwa kita masih memiliki tantangan dalam pelaksanaan PVPV seperti masalah sarana prasarana, instruktur, kebijakan, metode, dan juga termasuk dengan pendanaan bagi PVPV. Seperti pada sektor pelatihan publik seperti pada dari BLK baik yang dikelola oleh Kementerian Ketenagakerjaan maupun pemerintah daerah, memiliki sejumlah kendala, baik dari sisi kapasitas, kapabilitas, maupun kualitas. Saat ini Indonesia memiliki sekitar 305 BLK, 3.750 BLK Komunitas, dan lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya dimana masih ditemukan beroperasi dengan peralatan yang telah ketinggalan zaman (outdated), serta instruktur yang sering tidak memiliki pengalaman industri.
Dan kita ketahui bersama bahwa program pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan di lingkup pemerintah telah di-backup pendanaannya. Sementara itu, program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh swasta/DUDIKA sering berjalan mandiri terutama dalam hal pendanaan program pelatihannya, tentu juga tidak luput menghadapi berbagai kendala.
Persepsi dan seringnya menyederhanakan kondisi dan masalah sering menjadi pangkal masalah dalam program PVPV. Sehingga sering berdampak pada solusi yang dihasilkan pun sangat sederhana dan tidak menyelesaikan masalah. Salah satu simplifikasi dari persoalan tersebut adalah persepsi dan kesimpulan bahwa penggelontoran anggaran yang banyak bahkan berlebih ke dalam sistem PVPV akan mampu mendorong sistem untuk bekerja lebih baik. Namun demikian, langkah tersebut sering kali tidak menyelesaikan masalah. Kesimpulan yang keliru tersebut mengakibatkan terjadinya siklus yang berulang terus menerus dalam jangka menengah. Pangkal masalah yang sesungguhnya berakar dari kombinasi berbagai faktor, diantaranya: tanggung jawab para pihak khususnya kementerian terhadap penyusunan anggaran vokasi; metode penetapan permintaan/kebutuhan PVPV; perencanaan dan pelaksanaan PVPV; kerangka kerja yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi sistem PVPV; dan yang juga sangat penting adalah komunikasi,koordinasi,sinergi,kolaborasi smua pihak untuk mendukung program PVPV terutama dalam hal pendanaan PVPV.
Anggaran Pemerintah untuk PVPV berorientasi permintaan
Secara umum, anggaran PVPV—baik dari Kemendikbud Ristek, Kemnaker maupun K/L teknis lainnya—disusun setiap tahun menyesuaikan dengan rencana strategis lembaga tersebut pada tahun anggaran tertentu berdasarkan inflasi dan proyeksi permintaan/kebutuhan PVPV. Yang dimaksud dengan permintaan/kebutuhan PVPV dalam konteks PVPV mengacu kepada permintaan dari pasar tenaga kerja terhadap pekerja dengan keterampilan atau kualifikasi yang dibutuhkan para pemberi kerja untuk memenuhi persyaratan dari berbagai pekerjaan di berbagai sektor produktif.
Sesuai Peraturan Pemerintah 18 Tahun 2022, anggaran pendidikan ditetapkan bersama oleh Mendikbud Ristek, Menkeu, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2022 tersebut, Pemerintah Daerah dapat memberikan hibah kepada satuan pendidikan formal dan non formal yang bukan merupakan kewenangannya sepanjang perencanaan penganggaran daerah tersebut telah menganggarkan pemenuhan standar pelayanan minimal bidang pendidikan yang menjadi kewenangannya. Namun, dalam konteks penyusunan anggaran pelatihan kementerian setiap tahunnya, permintaan/kebutuhan PVPV lebih sering diartikan sebagai permintaan akan tempat pelatihan atau animo masyarakat. Hal ini disebabkan oleh minimnya informasi mengenai pasar kerja yang akurat.Dengan demikian dapat dikatakan hampir tidak mungkin untuk menghitung hasil (kuantifikasi/monetisasi) yang diperoleh dari investasi anggaran tahunan pemerintah di sektor vokasi berdasarkan peningkatan produktivitas tenaga kerja sebagaimana yang diharapkan. Sebaliknya, menafsirkan permintaan PVPV sebagai permintaan tempat pelatihan jauh lebih mudah untuk ditetapkan dan sekaligus sebagai insentif bagi penyelenggara pelatihan untuk menerima pendaftaran siswa sebanyak mungkin guna memaksimalkan pendapatan dari biaya pelatihan.
Ke depan diharapkan dalam penyusunan anggaran dapat dilakukan dengan lebih realistis, berkelanjutan, dan konsisten untuk memenuhi tantangan revitalisasi PVPV yang komprehensif serta mendukung transformasi struktural ekonomi nasional sebagai norma baru. Untuk itu, sistem PVPV harus berupaya untuk mengidentifikasi dan melaksanakan efisiensi yang lebih besar menyangkut pengelolaan dan penggunaan sumber daya tersebut secara efektif sehingga memberikan dampak yang maksimal. Hal tersebut membutuhkan pengumpulan dan analisis data yang sistematis dan teratur dari pendapatan dan pengeluaran pada keseluruhan sistem. Jika tidak, satu-satunya alternatif yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi dan mengembangkan aliran pendapatan baru yang substansial. Harus ada pertimbangan yang kuat untuk memberi tugas kepada penyedia layanan pendidikan dan pelatihan yang baik dan berpengalaman untuk mengembangkan model pengumpulan dan analisis data mengenai biaya pelatihan siswa serta penghitungan manfaat dari efisiensi.
Pemerintah dalam hal ini, tentunya telah mengambil peran dalam pendanaan bagi PVPV, salah satunya dengan telah disusun pengembangan sistem insentif, dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.010 Tahun 2019. Kebijakan insentif tersebut berupa pengurangan penghasilan kena pajak atas biaya vokasi sampai paling tinggi 200% (Super Tax Deduction) dan insentif fiskal lain bagi industri yang bertujuan mendorong penyerapan tenaga kerja bagi para lulusan baru dari sistem pendidikan vokasi. Terakhir, agar efektifitas dampak vokasi terhadap ketenagakerjaan dapat dipantau secara terukur, perlu adanya monitor alokasi dana khusus untuk sektor vokasi di masing-masing K/L, pemerintah daerah dan sektor swasta secara rutin dengan parameter yang konsisten. Dengan begitu alokasi APBN/APBD akan lebih optimal dan efektif peruntukannya, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan PVPV ke depan.
Juga di tahun 2023 ini Dirjen Bangda Depdagri juga telah meminta semua Gubernur, Bupati/Walikota memberikan perhatian pada program PVPV dimana program PVPV harus bisa masuk dalam RPJMD dan RABPD di masing-masing pemerintah daerah.
Meningkatkan Dukungan Pendanaan dari Industri
Kontribusi keuangan sektor swasta dan industri yang paling sederhana dan langsung untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan vokasi biasanya dalam bentuk sumbangan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR), sumbangan peralatan, pembangunan infrastruktur, serta beasiswa untuk siswa, guru, maupun instruktur. Dukungan tersebut dapat meringankan sekolah, setidaknya sebagian biaya investasi dan operasional yang tinggi, khususnya di sekolah swasta. Pada dasarnya potensi kontribusi bantuan dana dari sektor swasta cukup besar.
Untuk itu, pemerintah perlu berupaya memobilisasi potensi tersebut untuk mewujudkan dukungan pendanaan yang lebih kuat dari DUDIKA. Pendanaan tersebut tidak terbatas hanya pada penyelenggaraan PVPV tetapi juga menjangkau lulusan lembaga PVPV yang akan berwirausaha. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah harus terus mengembangkan sistem insentif bagi DUDIKA sehingga mendorong dukungan langsung dan tidak langsung yang lebih besar terhadap pendidikan dan pelatihan vokasi. Insentif fiskal dan non-fiskal harus disiapkan bagi industri yang menyediakan dukungan bagi penyelenggaraan PVPV.
Rangkaian inisiatif kebijakan termasuk skema insentif pajak memang telah diperkenalkan dan akan dikembangkan lebih lanjut. Dua peraturan pemerintah tentang insentif pajak (Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019) telah diberlakukan, termasuk instrumen peraturan turunannya agar dapat beroperasi dengan baik. Kedua landasan hukum tersebut memberikan berbagai insentif pajak kepada perusahaan atas kontribusi mereka pada PVPV dalam berbagai bentuk.
Meski demikian, banyak perusahaan yang masih ragu untuk berinvestasi dalam pengembangan PVPV. Mereka cenderung pasif dan memilih menunggu calon tenaga kerja dengan kualifikasi dan keterampilan yang baik untuk melamar pekerjaan. Pemerintah bersama KADIN Indonesia dan KADIN daerah (KADINda) akan terus melakukan sosialisasi dan diseminasi secara intensif tentang manfaat yang didapatkan dari keterlibatan DUDIKA dalam penyelenggaraan PVPV secara benar. Sejumlah perusahaan menengah dan besar yang telah melaksanakan pembelajaran di tempat kerja berupa PKL, prakerin, atau magang untuk pencari kerja, mengaku mampu menghemat biaya dan waktu perekrutan, sekaligus mendapatkan kepastian dalam memperoleh tenaga kerja yang kompeten dengan etos kerja yang baik.
Selain hal-hal tersebut, pemerintah dapat pula mengundang mitra pembangunan dan penyelenggara layanan vokasi internasional untuk berpartisipasi dalam perbaikan layanan vokasi di Indonesia melalui kerja sama pembangunan (development cooperation). Kerja sama ini harus diprioritaskan untuk perbaikan secara sistemik, sehingga berdampak luas dan berkelanjutan. Berdasarkan contoh empiris, cukup banyak negara yang mengelola dana keterampilan nasional (national skills fund/skills development fund). Dana tersebut dihimpun oleh pemerintah dari sektor swasta untuk kemudian dikembalikan dalam bentuk insentif langsung bagi perusahaan yang ikut serta penyelenggaraan PVPV yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan, seperti penjaminan mutu dan akreditasi yang kredibel. Dibutuhkan kajian model keuangan secara terperinci, struktur yang paling sesuai, serta perumusan landasan hukum untuk melakukan pembentukan lembaga tersebut di Indonesia.
Keterlibatan DUDIKA dalam pembiayaan/pendanaan PVPV sangatlah penting, tidak hanya bagi kebutuhan sesaat DUDIKA untuk bisa mendapatkan SDM tetapi secara jangka panjang adalah bisa memastikan bahwa program PVPV akan berdampak signifikan bagi kemajuan DUDIKA. Jika dilihat di dalam Permenko PMK NO. 6 tahun 2022 tentang Strategi Nasional Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi, keterlibatan DUDIKA dalam pendanaan PVPV sudah sangat jelas.
Peran Aktif Semua Stakeholder dalam PVPV
Memang perlu dilakukan berbagai upaya sosialisasi, pelatihan, fasilitasi, bahkan apresiasi bagi DUDIKA agar terlibat langsung, berpartisipasi untuk mendukung PVPV terutama dari pendanaannya. Selain adanya program STD, mungkin pemerintah terutama pada Pemda bisa membuat semacam apresiasi/awarding bagi DUDIKA yang aktif berkontribusi dalam PVPV seperti mendukung pendanaan PVPV, media massa/online juga bisa berkontribusi dengan meliput/menprofile para pihak seperti DUDIKA yang mendukung PVPV. Dalam majunya dunia digital sekarang juga sudah mulai muncul program crowdfunding dari berbagai startup yang menyediakan platform digital untuk keterlibatan masyarakat luas mendukung berbagai program melalui program donasi, dan ini juga bisa dikembangkan untuk mendukung pendanaan PVPV. Selain itu masyarakat dalam arti luas juga bisa memberikan peran aktof berpartisipasi dalam mendukung program PVPV di semua lini. Keterlibatan semua pihak secara terencana, sistematik, masif, dan berkelanjutan adalah kunci keberhasilan penyelenggaraan PVPV.
Rommy Heryanto
(Praktisi & Konsultan Vokasi, Ketua Komtap Pelatihan Vokasional Bidang SDM, Vokasional, Ketenagakerjaan KADIN DIY, Koordinator Program Kadin Capacity Development KADIN DIY)