
Ditjen Diksi merenungkan keputusan untuk menjadi pekerja lepas. Saat masih di kelas tiga SMP, ayahnya menyarankan melanjutkan ke sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk segera bekerja, namun ia ragu karena informasi terbatas dan citra SMK yang kurang baik. Ia lebih memilih untuk mengejar pendidikan tinggi, yang akhirnya diterima di SMA negeri. Kini, ia melihat perubahan positif pada sekolah vokasi yang dianggap lebih baik, dengan fasilitas modern dan beragam jurusan, termasuk bidang kreatif. Meski menyesali pilihan masa lalu, ia menyadari pentingnya melanjutkan hidup dan mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut.
Sekolah Vokasi di Indonesia
Presiden Joko Widodo sering menyinggung tentang pentingnya sekolah vokasi bagi Indonesia. Perubahan dunia saat ini harus diiringi dengan persiapan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang baik apabila Indonesia tidak ingin tertinggal dalam perubahan dunia tersebut. Perubahannya yang cepat meliputi internet yang beralih ke mobile internet, lalu dari mobile bergeser ke artificial intelligence, robotics, dan lain-lain. Maka dari itu sekolah semacam poiteknik dan vokasi sangat diperlukan.
Sekolah vokasi adalah pendidikan keahlian setara dengan politeknik. Dengan kata lain vokasi merupakan pendidikan yang lebih berorientasi pada penerapan ilmu. Lulusannya harus berkompeten dan terampil dalam bekerja. Para pengajarnya juga harus memiliki sertifikasi profesi. Model pembelajaran sekolah vokasi berbeda dengan sistem pendidikan akademik. Jika pada pendidikan akademik menekankan ilmu pengetahuan, sekolah vokasi menekankan pembelajaran yang terstruktur dan keahlian yang lebih driven atau terarah. Menurut data kemenristekdikti, pendidikan vokasi di Indonesia hanya 16 persen dari seluruh institusi pendidikan yang ada di Indonesia.
Pada intinya, sekolah vokasi diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang siap bekerja sesuai dengan kebutuhan dunia kerja saat ini. Maka dari itu, sekitar 70 persen dari isi program pembelajaran merupakan praktik di industri.
Peran pemerintah Indonesia terkait Pendidikan Vokasi
Kementerian Perindustrian RI merupakan lembaga pemerintah yang telah mendirikan berbagai institusi pendidikan vokasi, termasuk 9 SMK, 9 politeknik, dan 1 akademi komunitas. Untuk memastikan kualitas lulusan yang siap kerja, sekolah vokasi menerapkan sistem link and match antara pendidikan dan industri. Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan, bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, telah mendirikan Politeknik Ketenagakerjaan yang menawarkan tiga program studi: D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja, D4 Relasi Industri, dan D3 Manajemen Sumber Daya Manusia.
Langkah Kemnaker dalam Memasifikasi Program Vokasi
Kemnaker RI telah menjadikan pelatihan vokasi sebagai program prioritas yang tentunya akan lebih masif agar tercipta bibit SDM Indonesia yang bekualitas. Dengan munculnya revolusi industri 4.0 dan kemajuan teknologi digital, persaingan bisnis dan pembangunan yang dulunya bergantung pada sumber daya alam kini beralih ke penguasaan teknologi informasi (ICT) dan kompetensi tenaga kerja. Oleh karena itu, investasi dalam Sumber Daya Manusia menjadi sangat penting.
Dari bidang ketenagakerjaan, Indonesia dihadapkan dengan ketimpangan SDM angkatan keja dimana 58,76 persen adalah lulusan SD dan SMP serta fakta miris mengenai mis-match (ketidakcocokan antara bidang ilmu dengan jenis pekerjaan) yang mencapai 63 persen. Dengan Masifikasi pelatihan vokasi, Kemnaker telah melakukan beberapa terobosan, yakni program secara besar-besaran terkait pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK), pemagangan terstruktur serta sertifikasi uji kompetensi. Masifikasi pelatihan di BLK dengan memberikan triple skilling: skilling (angkatan kerja yang ingin memperoleh skill atau kecakapan), up skilling (pekerja yang ingin meningkatkan skill agar lebih mahir), dan re-skllling (pekerja yang ingin mendapatkan atau mengasah keterampilan baru.
Untuk meningkatkan akses pelatihan vokasi, pemerintah membangun Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas, yang berjumlah 50 pada tahun 2017 dan meningkat menjadi 75 pada 2018, dengan target mencapai 1.000 BLK pada tahun 2019. Setiap BLK Komunitas diharapkan melatih 100 orang setiap tahunnya. Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan juga akan memberikan pelatihan di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) untuk 100 ribu calon pekerja migran.
Dengan adanya perkembangan industri berbasis digital, Menaker M. Hanif Dhakiri mengambil langkah inisiatif untuk membangun Innovation Room di Kantor Kemnaker pada juni 2018 yang lalu. Innovation Room merupakan sebuah Talent Hub untuk mendukung tantangan era baru industri digital dan Industry 4.0. Kedepannya, Innovation Room akan coba direaplikasi di BLK-BLK milik Kemnaker yang ada di seluruh Indonesia.
Sementara itu, menurut Bapak Khairil Anwar selaku Sekjen Kemnaker menambahkan bahwa prioritas pembangunan SDM di Indonesia juga dalam rangka menyelamatkan bonus demografi yang akan dialami negara kita, dimana puncaknya terjadi pada 2025-2030. Tercatat sebanyak 70 persen penduduk Indonesia adalah berapa pada usia produktif.
Penutup
Bonus demografi dapat menjadi berkah jika keterampilan angkatan kerja usia produktif dipersiapkan sejak dini. Kemajuan pendidikan vokasi akan membuka lebih banyak peluang bagi anak-anak bangsa untuk memasuki dunia kerja dan industri, sehingga mereka dapat berkembang menjadi tenaga ahli yang diperhitungkan, baik di dalam negeri maupun di kancah global. Dengan tercapainya visi ini, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor banyak tenaga kerja asing yang berkualitas.
Sumber: